Kesibukan orangtua zaman sekarang karena sibuk bekerja, secara tidak langsung memiliki imbas pada anaknya. Seringkali orangtua mempercayakan peran pembantu atau babi sitter untuk mengasuh anak-anaknya.
Memang sejauh peran pembantu yang hanya memenuhi kebutuhan fisik anak sehari-hari tidak terlalu mengkhawatirkan. Tetapi ketika anak sudah sedemikian dekat secara kejiwaan, sehingga sikap dan bahkan mimik mukanya mirip pembantu, barulah orangtua ketakutan.
Apalagi ketika gaya bicara si kecil juga menyerupai gaya si mbok tersebut. Hal seperti ini mungkin saja terjadi, ketika intensitas waktu si anak lebih banyak dengan pengasuh daripada orangtua kandungnya.
Bukankah dalam masa perkembangannya, seorang anak akan mengekspresikan diri lewat mimik dan gerak tubuh dengan cara menirunya dari orang-orang terdekatnya. Dalam hal ini karena anak lebih lama bergaul dengan pengasuh atau pembantu, maka mudah menyerap dan terpengaruh gaya pengasuh tersebut.
Kadang hubungan yang terlampau intim membuat anak banyak meniru mimik dan gerak tubuh sang pengasuh. Sehingga orangtua akan menyimpulkan bahwa wajah anaknya juga mirip dengan pengasuhnya.
Kalau ini terus berlangsung, tentu saja akan mempengaruhi sikap dan sifat si anak di kemudian hari nanti. Meski pengaruh dari si pembantu atau pengasuh itu belum tentu buruk. Tetapi orangtua wajar untuk khawatir, apalagi demi masa depan si anak.
Sebenarnya menitipkan anak-anak pada pembantu tidak ada salahnya. Tetapi orangtua harus menyadari bahwa ada perbedaan sosial budaya yang jauh antara majikan dan pembantu.
Tentu saja tingkat pendidikan yang berbeda sangat berperan di sini. Orangtua yang berpendidikan cenderung tinggi akan berbeda dalam mendidik anak-anaknya.
Akibatnya pola mendidik anak yang ingin diterapkan orangtua akan berbenturan dengan pola pendidikan dari si pengasuh. Ini bisa menimbulkan kebingungan pada si anak untuk memilih mana yang harus diikutinya. Padahal sehari-hari dia lebih sering bertemu dengan pengasuh daripada kedua orangtuanya.
Banyak cara yang bisa dilakukan orangtua untuk mengatasi permasalahan ini. Orangtua yang benar-benar memiliki waktu terbatas dengan anak-anaknya mengaku mencoba mengatasi dengan manajemen waktu yang seefisien mungkin.
"Karena kami sibuk bekerja di pagi hari, maka di waktu malam kami pergunakan waktu dengan sebaik mungkin. Yang penting kan kualitas bukan kuantitas," ujar seorang wanita eksekutif.
Hampir senada dengan pendapat di atas, juga dikemukakan oleh Soraya Haque. Bahkan Soraya membiasakan diri bersama dengan keluarga berdialog dengan santai setiap malam.
"Biasanya selepas makan malam kita ngobrol apa saja. Cara seperti ini cukup bermanfaat untuk saling mendekatkan diri dengan seluruh anggota keluarga. Tentu saja anak juga diajarkan pendidikan agama."
Menurut Aya, boleh saja anak-anak dekat dengan pembantu di pagi hari, tetapi di malam hari orangtua harus lebih banyak berperan. Dan kedekatan emosional antara orangtua dan anak bisa dibangun dengan berbagai cara. Yang antara lain lewat diskusi seperti disebutkan di atas atau melakukan piknik dan berlibur bersama seluruh anggota keluarga.
Jumat, 01 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar